-->

PJ Bupati Purwakarta

#'

no-style

Eksistensi dan Kontribusi PGIS sebagai Wadah Oikumene Gereja-Gereja se-Kota Cirebon

AESENNEWS.COM
Wednesday, November 9, 2022, 9:34:00 PM WIB Last Updated 2022-11-09T14:34:44Z
AESENNEWS.COM, CIREBON. Persekutuan Gereja-Gereja Di Indonesia Setempat (PGIS) yang beralamat di Ruko Villa Kecapi No. 9 Jl. By Pass Telp: 0231 481890 Kota Cirebon 45142, berdiri kira-kira sekitar tahun 1980-an dan merupakan cabang dari PGI Pusat, Jl. Salemba Raya No. 10, RT 2/RW 6, Kenari, Kec. Senen, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10430. Pada awal-awal berdirinya, PGIS ini baru beranggotakan lima (5), yaitu: GKI, GPIB, HKBP, GKPB dan GBI Kalvari tetapi sekarang jumlahnya mencapai 37 Gereja. "Kalau di kota dinamakan Persekutuan Gereja-Gereja Di Indonesia Setempat (PGIS), sedangkan kalau di provinsi disebut Persekutuan Gereja-Gereja Di Indonesia Wilayah (PGIW), "ungkap Jooke (58) (07/11/2022).

PGIS mengadakan pertemuan dalam skala besar yang dihadiri oleh Gereja-gereja anggota PGIS setahun sekali bertepatan dengan momen perayaan natal. "Dalam setiap perayaan Natal PGIS, kami sudah biasa menetapkan Gereja apa yang memimpin dari awal sampai akhir, baik itu tata ibadah (liturgi) natal maupun pengkhotbahnya dengan catatan tetap menjaga keesaan (kesatuan) Gereja dalam keberagaman organisasinya masing-masing. Kalau dari segi tata ibadahnya is ok, tetapi berkaitan dengan pengkhotbah dalam khotbahnya kalau hal itu tentang gaya berkhotbah silahkan saja asalkan jangan sekali-kali menyebutkan doktrin gerejanya sendiri atau menyinggung atau mengkritisi ajaran Gereja lain karena akan merusak bahkan akan menghancurkan keesaan Gereja! "Tegasnya. "Kemudian ketika anggota PGIS masih sedikit, kami tidak menemukan persoalan yang berarti tentang Gereja apa yang memimpin itu. Tetapi berlainan sama sekali setelah anggotanya berjumlah banyak seperti sekarang ini. Maka dari itulah, solusinya yang kami buat adalah yang memimpin ibadah dan perayaan natal PGIS bukan lagi Gereja per Gereja melainkan berdasarkan atas pembagian Gereja mainstream (arus utama) dan Pantekosta, "timpalnya.

Kemudian Ketua Umum PGIS ini pun membeberkan bahwa struktur organisasi PGIS di Kota Cirebon mencakup Ketua Umum yang membawahi Ketua 1, Ketua 2, dan Ketua 3; Sekretaris Umum yang membawahi Sekretaris 1 dan Sekretaris 2; Bendahara Umum yang membawahi Bendahara 1 dan Bendahara 2 kemudian barulah ada bidang-bidang di bawahnya, di mana Ketua 1 membidangi Gereja dan Masyarakat, Ketua 2 membidangi Keesaan Gereja dan Ketua 3 membidangi Kategorial yang meliputi Komisi Sekolah Minggu, Komisi Remaja, Komisi Pemuda dan Komisi Wanita. "Tahun 2004 saya diangkat sebagai Wakil Sekretaris lalu menjabat Ketua 1 dan bertepatan dengan ibadah dan perayaan natal se-Kota Cirebon pada minggu ketiga bulan Januari 2019, saya dilantik menjadi Ketua Umum PGIS dengan masa bakti sampai tahun 2024, sedangkan Ketua 1 dijabat oleh Pdt. Heru Kusumo, S. Th, Ketua 2: Pdt. Sakriso Ladiana Saragih, S. Th dan Ketua 3: Pdt. Anan Supratman, M. Th, "akunya.

Pejabat yang bernama lengkap Pdt. Drs. Jooke Worotitjan ini pun menerangkan lebih lanjut bahwa ruang lingkup kerja Ketua 1 yang membidangi Gereja dan Masyarakat tersebut menunjuk pada selain kita harus bergereja, kita juga harus bermasyarakat. Dan dalam masyarakat ini tentunya kita akan berinteraksi dengan masyarakat lintas agama dan pemerintah. Untuk bisa sampai ke situ, dibuatlah program-program sosial, bantuan sosial (bansos), dan lain-lain. Jadi sebetulnya tugas ini lebih kepada Ketua 1 tetapi karena kebanyakan yang diundang untuk hadir jika ada pertemuan-pertemuan dengan mereka adalah Ketua Umum PGIS, maka cukuplah diwakili oleh Ketua Umum saja.
     Sementara itu, Ketua 2 yang membidangi Keesaan  Gereja fokus utamanya tertuju pada oikumene, yaitu oikumene pelayanan di Kota Cirebon yang diatur oleh Keesaan Gereja di mana dalam konteks ini, lebih jelasnya bagaimana membangun hubungan yang baik antar Gereja sambil tetap mengingat bahwa PGIS hadir di Kota Cirebon ini sama sekali bukanlah untuk mengatur organisasi Gereja, melainkan oikumenenya itu. "Walaupun Gereja dalam kaitannya dengan organisasinya itu berada di bawah kewenangan penuh sinodenya masing-masing. Tetapi secara hukum,  pemerintah setempat melihat bahwa kekristenan di kota Cirebon di bawah PGIS dan hanya PGIS yang bisa mengkoordinirnya. Sehingga ketika terjadi persoalan-persoalan di dalam kekristenan, maka yang dicari pemerintah adalah PGIS dan sebaliknya PGIS juga bisa berkoordinasi dengan pemerintah, "ujarnya.

Adapun yang dimaksud dengan persoalan-persoalan di dalam kekristenan, yakni apa saja yang berpotensi besar merusak dan menghancurkan hubungan baik antar Gereja khususnya yang eksis di Kota Cirebon ini, misalnya terjadi saling rebutan jemaat, saling serang atau saling kritik doktrin, dan lain-lain. Maka dari itulah, PGIS sebagai wadah oikumene membuat peraturan yang disebut "Etika Bergereja" yang harus ditaati oleh Gereja-gereja anggota PGIS dan juga menjadi salah satu syarat bagi Gereja yang mau bergabung untuk menjadi anggota PGIS. Jika terjadi demikian, maka berdasarkan atas Etika Bergereja tersebut PGIS berwewenang untuk menegur dan mengekskomunikasikan dari keanggotaan PGIS atau menolak surat permohonan dari Gereja yang mau menjadi anggota PGIS. "Gereja 'kan untuk memenangkan jiwa, bukanlah untuk saling berebut jemaat, saling kritik doktrin, dan lain-lain yang sejenis itu, "tandasnya.

Sedangkan berkenaan dengan kasus eksternal antara Gereja dan Masyarakat bahwa PGIS ini sudah berkontribusi dalam membantu dua (2) Gereja yang bermasalah surat perizinan beribadah kemudian mereka memperolehnya sekalipun bersifat sementara, yaitu GBI Mawar Saron dan GBI Pekiringan sedangkan untuk GBI Rajawali beroleh surat izin ibadah permanen. "Gereja-gereja tersebut didemo massa sewaktu mereka sedang beribadah, kemudian kami segera turun tangan terjun ke lapangan untuk mencari tahu sebab-musababnya. Setelah jelas duduk perkaranya tentang surat izin prinsip, maka kami pun segera menyampaikannya kepada pihak-pihak yang berwenang dalam hal ini FKUB, kementerian agama, wali kota dan kepolisian untuk tugas pengamanan. Dan Puji Tuhan, pada akhirnya ketiga Gereja itu mendapatkan surat izin beribadah juga. Inilah prestasi PGIS selama ini dan pada khususnya untuk GBI Rajawali yang beroleh surat izin prinsip permanen dari wali kota Cirebon  adalah karena pendampingan dan bantuan PGIS sejak saya sebagai ketua umumnya, "ucapnya dengan lega. "Tetapi yang harus dicatat di sini bahwa PGIS bersedia untuk mendampingi dan membantu ketiga Gereja itu karena mereka sudah terdaftar sebagai anggota PGIS. Sementara Gereja yang belum terdaftar di PGIS lalu mengalami kejadian serupa dengan ketiga Gereja tersebut, maka itu adalah urusan sendiri Gereja yang bersangkutan dan PGIS tidak ikut andil di dalamnya. Tetapi biasanya pemerintah akan datang mencari kami dan kami akan mempertimbangkan dan menyampaikan kepada pihak-pihak yang berwenang tadi supaya Gereja yang sudah masuk keanggotaan PGIS mendapatkan surat izin prinsip terlebih dahulu mengingat dari antara 37 Gereja yang sudah bergabung menjadi anggota PGIS, masih ada beberapa Gereja yang belum juga beroleh surat izin prinsip dari pemerintah Kota Cirebon, "imbuhnya.

Dan ketika dimintai keterangan tentang apa saja sebenarnya syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh sebuah Gereja untuk menjadi anggota PGIS, pejabat yang berdarah Manado tersebut menjelaskan bahwa pada dasarnya ada tiga (3) syarat utama. "Yang pertama, si hamba Tuhan (pendeta) harus memiliki SK penempatan di Kota Cirebon dari Gereja yang mengutusnya; kedua, dia harus mengajukan surat permohonan keanggotaan kepada PGIS; dan ketiga, dia harus menaati "Etika Bergereja" dalam jangka waktu yang ditetapkan PGIS. Lalu dalam hal jumlah jemaat yang banyak bukanlah syarat mutlak, yang penting jumlah anggota jemaat sudah memenuhi syarat untuk disebut Gereja, "ujarnya 

Sebagai informasi berikutnya yang bersangkut-paut dengan Pendidikan Agama Kristen (PAK) bagi siswa/i Kristen yang bersekolah di SMP dan SMA Swasta Umum atau Negeri, pejabat yang juga merangkap Gembala Sidang GPDI Betlehem Jl. Pulasaren No. B4 ini menyatakan bahwa PGIS memandang hal ini hanyalah panggilan saja setelah jelas diketahui tidak ada perhatian yang serius dari pemerintah Kota Cirebon padahal sebenarnya adalah tanggung jawab mereka. "Sikap abai pemerintah terhadap Pendidikan Agama Kristen (PAK) telah berlangsung selama 14 tahun, sehingga kami berinisiatif mengambil-alih untuk menanganinya sekalipun PAK bukanlah termasuk ranah PGIS. Kami memasukkan PAK dalam keorganisasian PGIS yang ditangani oleh Ketua 1 bidang Gereja dan Masyarakat, Pdt. Heru Kusumo, S. Th. Di bawah pak Heru ini ada dua orang koordinator, yang seorang untuk SMP sedangkan seorang lainnya untuk SMA dan mereka ini juga sebagai guru PAK. Adapun tugas mereka adalah menginformasikan jumlah total guru PAK dan siswa serta jumlah kelas kepada pak Heru. Di samping itu, dulu memang ada tugas lain untuk koordinator, yakni mengantar nilai-nilai ujian PAK ke sekolah-sekolah swasta umum atau negeri tempat di mana siswa/i Kristen bersekolah tetapi sekarang tidak lagi. Tugas tersebut diambil-alih oleh dua orang staf PGIS yang terdiri atas seorang laki-laki dan seorang perempuan sekaligus mereka jugalah yang menerima bukti surat  kwitansi keuangan dari sekolah-sekolah bersangkutan untuk PGIS. Sementara tugas pak Heru sendiri adalah menangani operasional, artinya berjalannya kegiatan belajar-mengajar PAK ini harus dia ketahui. Tetapi kalau ada persoalan, dia tidak bisa menyelesaikannya sendirian. Misalnya, ada kekurangan guru, maka pak Heru harus menyampaikannya kepada Majelis Pekerja Harian (MPH) PGIS yang nanti akan mencarikan guru baru, "ujarnya.

Kegiatan belajar-mengajar PAK diadakan setiap hari Jumat, jam 13.00-15.00 WIB bertempat di SD Kristen BPK Penabur Pamitran Jl. Kromong No. 1, Kejaksan, Kec. Kejaksan, Kota Cirebon 45132 yang sudah berlangsung lama dan di kantor sekretariat PGIS untuk PAK SMP oleh pak Heru Kusumo sebagai gurunya baru-baru belakangan ini. "SD Kristen BPK Penabur Pamitran sudah dari dulu menjadi tempat kegiatan belajar-mengajar PAK oleh karena aksesnya relatif cukup mudah untuk dijangkau oleh siswa/i Kristen tersebut. Kalau pun kantor sekretariat PGIS dipakai juga dan sampai pak Heru perlu turun tangan mengajar, itu disebabkan oleh keterbatasan penyediaan tempat belajar di SDK BPK Penabur Pamitran dan kekurangan guru PAK baru sekaligus juga basic pak Heru adalah guru, "ungkapnya.

Jumlah total siswa/i Kristen SMP dan SMA yang belajar PAK sekarang sebanyak 200-an anak dan setiap siswa berkewajiban untuk membayar uang pendaftaran per semester Rp 100.000,- "Tujuan kami pihak PGIS memberlakukan uang pendaftaran adalah mengikat siswa supaya merasa dirinya mendaftar. Sebenarnya jumlah nominal uang pendaftaran sebesar Rp 100.000,- per semester itu tidaklah cukup untuk menutupi honor guru yang mana masing-masing guru menerima Rp 350.000,- per bulan, membeli buku cetak PAK dan membeli alat tulis kantor (ATK) yang semuanya disediakan oleh PGIS, sedangkan pihak SDK BPK Penabur Pamitran hanya menyediakan tempat di mana saya sebagai ketua umum PGIS meminta izin kepada mereka. Oleh karena itulah, untuk menutupi kekurangan dana operasional PAK maka PGIS berinisiatif untuk mencarinya ke Gereja-gereja anggota PGIS, terutama yang ada siswa/i PAK tersebut; kepada pribadi lepas pribadi orang Kristen dan dengan uang pendaftaran siswa tadi, "pungkasnya kepada awak media Aesennews.com.
(David) 
Komentar

Tampilkan

  • Eksistensi dan Kontribusi PGIS sebagai Wadah Oikumene Gereja-Gereja se-Kota Cirebon
  • 0

Terkini

layang

.

social bar

social bar

Topik Populer

Iklan

Close x