AESENNEWS.COM, Jakarta- Puluhan perwakilan Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) atau lembaga yang menaungi rehabilitasi pengguna narkoba meminta Menteri Sosial Dr. Ir. Hj. Tri Rismaharini, M.T atau Risma untuk membuka ruang dialog dan duduk bersama mereka guna membahas masa depan pecandu narkoba yang akan rehabilitasi.
Permintaan itu disampaikan oleh Ade Hermawan, juru bicara Aliansi IPWL yang turun dalam Aksi Damai ke-2 Aliansi IPWL se-Indonesia yang digelar di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, Selasa siang (21/2/2023).
Menurut keterangan Ade, selama hampir dua tahun terakhir Kementerian Sosial (Kemensos) meniadakan Program Rehabilitasi bagi pecandu narkoba. Menurutnya layanan model rehabilitasi berkesinambungan tidak bisa digantikan dengan Program Atensi atau berupa pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT), seperti yang diberikan Kemensos saat ini.
"Program Atensi itu semacam pemberian bantuan BLT, lalu selesai. Tetapi kan teman-teman pecandu ini harus dirawat dulu, baru dia mendapatkan program lanjutan," jelas Ade.
Ade juga menjelaskan, pemberian BLT bagi pecandu narkoba akan menjadi sia-sia jika tidak melalui proses rehabilitasi terlebih dahulu, baik secara medis maupun sosial. Menurutnya langkah tersebut diperlukan sebelum para pecandu diberdayakan kembali di tengah masyarakat.
"Misalkan dia (pecandu) disuruh buka counter handphone tetapi dia masih memakai, kan sia-sia. Siapa yang akan memonitor mereka? Kita inginnya mereka mendapatkan perawatan selama satu hingga enam bulan, baru kita rekomendasikan supaya mereka juga bisa menerima Program Atensi atau program lanjutan," ujarnya kepada majalahgaharu.com.
Ade menyayangkan, hingga saat ini Mensos tak kunjung membuka ruang dialog bersama dengan IPWL. Padahal surat untuk beraudiensi telah mereka layangkan.
"Tetapi tidak direspon oleh Ibu Risma, akhirnya jadilah Aksi Damai Jilid Pertama pada sepuluh Januari lalu. Sepuluh Januari kita melakukan aksi dan juga tidak ada dialog, akhirnya jadilah Aksi Jilid Kedua," tuturnya.
Selain aksi, pria yang akrab disapa Ebonk ini juga menjelaskan bahwa selama tiga hari ke depan Aliansi IPWL akan mengadakan Focus Group Discussion dengan mengundang pihak BAPPENAS, BNN, KOMNAS HAM dan OMBUDSMAN, guna membahas kebijakan pemberantasan peredaran gelap narkotika di Indonesia.
"Kita teman-teman IPWL di sini itu menuntut agar teman-teman pecandu narkoba agar mendapat perawatan. Karena kemarin itu Pak Jokowi bilang bahwa Indonesia masih darurat narkoba. Karena kita melihat di Lapas dan Rutan sudah overload. Kita sebenarnya ingin duduk barenglah dengan Bu Risma," pintanya.
*Bandar Narkoba Paling Diuntungkan*
Terpisah, Ketua IPWL Jawa Barat Hendrik Wowor mengutarakan kepada majalahgaharu.com bahwa keputusan meniadakan Program Rehabilitasi akan berdampak signifikan terhadap melonjaknya peredaran narkoba di Indonesia. Pihak yang paling diuntungkan saat ini, ungkap Hendrik, adalah para bandar narkoba.
"Dengan ditutupnya tempat-tempat rehabilitasi berarti para pecandu yang merupakan pelanggan dagangan mereka (nakoba), tetap dapat berkeliaran, membeli dan menggunakan narkoba," ungkap Hendrik dalam keterangan tertulisnya yang diterima Redaksi majalahgaharu.com, Selasa sore (21/2/2023).
Hendrik mengurai lebih lanjut, yang patut menjadi catatan saat ini adalah realita bahwa pangsa pasar terbesar narkoba merupakan kaum remaja dan pemuda, generasi penerus bangsa.
"Betapa suram masa depan bangsa Indonesia kalau kita biarkan narkoba merajalela seperti sekarang ini!" jelasnya.
Lebih lanjut dijelaskannya, ke depannya Aliansi IPWL berharap agar tercipta suatu kemitraan yang solid antara aliansi dengan pemerintah dalam upaya bersama memerangi salah satu musuh besar bangsa, yakni narkoba.
Dirinya juga berharap, kebijakan yang telah dibangun semasa Menteri Sosial dijabat oleh Khofifah Indar Parawansa diaktifkan kembali selama kepemimpinan Risma.
"Karena kecintaan yang besar terhadap anak bangsa, Aliansi IPWL se Indonesia akan terus berjuang dalam koridor Undang-undang dan peraturan yang berlaku di Indonesia. Indonesia masih darurat narkoba!" tandas Ketua Yayasan Agape, itu.