Putusan sela adalah putusan yang dijatuhkan oleh majelis hakim dalam proses pemeriksaan perkara perdata sebelum putusan akhir (putusan akhir adalah putusan yang memutus seluruh pokok perkara). Putusan ini bersifat antara (interlocutory decision), artinya bukan untuk menyelesaikan seluruh substansi gugatan, melainkan hanya untuk menyelesaikan persoalan-persoalan tertentu yang muncul di awal atau di tengah proses persidangan. Dalam hukum acara perdata, putusan sela biasanya dikeluarkan untuk memutus permasalahan yang bersifat pendahuluan, formil, atau administratif, dan bukan menyentuh substansi pokok perkara.
Sementara itu perlu kita perhatikan juga mengenai putusan sela ini terdapat dasar hukum, tujuan, fungsi serta jenis-jenis putusan sela, berikut saya paparkan dibawah ini:
1. Dasar Hukum: Secara eksplisit, peraturan perundang-undangan di Indonesia seperti HIR (Herzien Inlandsch Reglement) atau RBg (Rechtsreglement voor de Buitengewesten) memang tidak secara tegas mengatur tentang istilah "putusan sela". Namun, eksistensinya diakui dan berkembang dalam praktik peradilan serta diperkuat oleh yurisprudensi dan doktrin hukum. Hakim memiliki wewenang untuk memutus hal-hal yang bersifat sementara berdasarkan asas kebebasan dan kemandirian hakim dalam mengatur jalannya persidangan, sebagaimana diatur dalam Pasal 132 HIR dan Pasal 185 RBg.
2. Tujuan dan Fungsi Putusan Sela: Putusan sela memiliki beberapa tujuan penting dalam proses penyelesaian perkara perdata, antara lain:
- Memberikan kepastian hukum atas permasalahan awal yang muncul dalam persidangan, seperti mengenai kewenangan absolut atau relatif pengadilan.
- Menghindari pemeriksaan pokok perkara yang sia-sia, apabila sejak awal sudah ada keberatan yang sah dan berdasar secara hukum.
- Menjawab eksepsi (keberatan formil) yang diajukan oleh tergugat atau pihak terkait.
- Menetapkan tindakan sementara untuk menjaga kondisi atau status hukum tertentu, misalnya penetapan sita jaminan atau larangan bertindak terhadap objek sengketa.
- Menentukan sah atau tidaknya alat bukti tertentu, jika hal itu dipermasalahkan sebelum masuk ke substansi.
Dengan kata lain, putusan sela berfungsi untuk menjernihkan dan merapikan jalannya proses pemeriksaan perkara agar pokok perkara dapat diperiksa secara adil dan efisien.
3. Jenis-Jenis Putusan Sela: Secara umum, putusan sela dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa jenis:
- Putusan Sela yang Mengabulkan atau Menolak Eksepsi Misalnya, tergugat mengajukan eksepsi bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkara karena masuk dalam kewenangan pengadilan lain (kompetensi absolut). Jika eksepsi ini diterima, maka hakim akan mengeluarkan putusan sela yang menyatakan bahwa pengadilan tidak berwenang dan perkara tidak dilanjutkan. Jika ditolak, pemeriksaan dilanjutkan ke pokok perkara.
- Putusan Sela atas Permohonan Tindakan Sementara Contohnya adalah permohonan dari penggugat untuk dilakukan conservatoir beslag atau sita jaminan terhadap objek sengketa guna mencegah pengalihan atau penghilangan barang bukti selama proses hukum berjalan. Hakim akan mengeluarkan putusan sela untuk mengabulkan atau menolak permohonan tersebut.
- Putusan Sela tentang Pembuktian atau Pemeriksaan Saksi Dalam situasi tertentu, hakim dapat memutus lebih dahulu sah atau tidaknya suatu alat bukti sebelum masuk ke tahap penilaian pembuktian yang lebih luas.
4. Sifat Putusan Sela: Putusan sela memiliki karakteristik khusus yang membedakannya dari putusan akhir, yaitu:
- Bersifat sementara dan tidak mengakhiri perkara secara keseluruhan, kecuali dalam kasus eksepsi yang dikabulkan dan menyangkut kewenangan absolut.
- Tidak dapat dimintakan upaya hukum secara langsung (tidak bisa dibanding atau dikasasi), kecuali dalam hal tertentu seperti putusan sela yang bersifat final terhadap aspek hukum tertentu.
- Mengikat dalam ruang lingkup permasalahan yang diputuskan, dan menjadi dasar bagi proses persidangan selanjutnya.
Contoh Konkret Putusan Sela
Dalam suatu perkara wanprestasi, Penggugat menggugat Tergugat karena dianggap telah melanggar perjanjian kerjasama. Dalam jawabannya, Tergugat mengajukan eksepsi bahwa gugatan tidak dapat diterima karena seharusnya diselesaikan melalui arbitrase sebagaimana tercantum dalam klausul perjanjian. Hakim kemudian menilai eksepsi ini dan memutus dalam putusan sela bahwa pengadilan memang tidak berwenang karena klausul arbitrase mengikat para pihak. Dengan demikian, perkara tidak dilanjutkan.
Contoh lain:
Dalam perkara sengketa tanah, penggugat khawatir bahwa tergugat akan menjual atau mengalihkan tanah yang menjadi objek sengketa sebelum putusan akhir dijatuhkan. Penggugat mengajukan permohonan sita jaminan terhadap tanah tersebut. Hakim kemudian mengeluarkan putusan sela yang mengabulkan sita jaminan, sehingga tanah tersebut tidak bisa dipindah tangankan sampai perkara selesai.
Kesimpulan
Putusan sela dalam perkara perdata merupakan bagian penting dalam sistem peradilan yang berfungsi untuk menyelesaikan masalah-masalah pendahuluan yang bersifat formil atau administratif dalam proses persidangan. Keberadaan putusan sela memungkinkan hakim untuk menjaga efektivitas, efisiensi, dan kepastian hukum dalam setiap tahapan pemeriksaan. Meskipun tidak mengakhiri perkara secara keseluruhan, putusan sela dapat memiliki pengaruh yang signifikan terhadap jalannya perkara dan bahkan dapat menentukan arah serta kelanjutan proses peradilan. Oleh karena itu, pemahaman yang baik tentang putusan sela sangat penting bagi para praktisi hukum, khususnya dalam strategi beracara di pengadilan.
Sumber Referensi