AESENNEWS,COM, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak yang dilakukan beberapa perusahaan akhir-akhir ini kian ramai diperbincangkan. PHK merupakan pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan perusahaan. Dalam artian lain, harus ada alasan dibalik sebuah perusahaan melakukan PHK terhadap pekerjanya.
Di dalam aturan perburuhan, ada alasan yang mendasari terjadinya PHK. Hal ini ditemukan dalam Pasal 154A ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Jo. UU No. 11 Tahun 2021 tentang Cipta Kerja, dan Pasal 36 PP No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja, dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.Menurut pasal 61 UU No. 13 tahun 2003 2003 tentang pekerjaan Jo. UU No. 11 tahun 2021 2020 terkait penciptaan lapangan kerja, kontrak kerja dapat diputus jika terpenuhi faktor-faktor berikut:
1. Pekerja meninggal dunia
2. Masa kontrak kerja telah berakhir
3. Penyelesaian tugas tertentu
4. Adanya putusan pengadilan atau putusan lembaga penyelesaian perselisihan perburuhan yang mempunyai kekuatan hukum tetap
5. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.
Kemudian, lebih lanjut dalam Pasal 154154A ayat (1) UU NO. 13 Tahun 2003 Jo. Pasal 36 PP No. 35 Tahun 2021 mengatur berbagai alasan sebuah perusahaan diperbolehkan dan dapat melakukan PHK kepada pekerja.
Lalu, bagaimana jika pekerja tidak terima di PHK oleh perusahaan? Upaya yang dapat dilakukan jika terjadi PHK sepihak adalah pekerja dapat mengajukan perjanjian bersama atau menyelesaikan perkara di Pengadilan Hubungan Industrial.
Menurut ketentuan undang-undang no. Pasal 2 Tahun 2004 tentang penyelesaian perselisihan perburuhan, pemberhentian adalah sah apabila perusahaan dan pekerja sepakat. Pekerja yang tidak menyetujui PHK sepihak dapat menggunakan kedua cara tersebut.
1. Kesepakatan Bersama
Kesepakatan bersama adalah kesepakatan bersama antara pihak-pihak yang berkonflik. Adanya perjanjian perundingan bersama berarti kedua belah pihak secara sukarela sepakat untuk mengakhiri kontrak kerja dan nilai uang pesangon atau uang pesangon sebagaimana tercantum dalam perjanjian perundingan bersama.
Perjanjian bersama yang telah dibuat tetapi belum didaftarkan di pengadilan tidak dapat dibatalkan atau ditolak oleh pihak manapun. Faktanya, kesepakatan bersama mengikat para pihak seperti halnya hukum.
Selanjutnya, perjanjian kerja bersama tentang pemutusan kontrak kerja menjanjikan nilai uang pesangon atau uang penggantian kerugian pada saat pemutusan hubungan kerja yang nilainya tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 156. -169 Undang-Undang Nomor.13 Tahun 2003 mengambil berlaku menurut ketentuan peraturan perundang-undangan menurut asas kebebasan berkontrak.
2. Pengadilan Hubungan Industrial
Apabila kedua belah pihak tidak dapat mencapai kesepakatan melalui kesepakatan bersama, perselisihan antara pengusaha dan pekerja dapat dirujuk ke Pengadilan Hubungan Industrial. PHI berfungsi untuk menyelesaikan konflik yang timbul antara pengusaha dengan pekerja atau serikat pekerja.
Selain menyelesaikan perkara pemberhentian yang timbul karena tidak adanya kesepakatan pemutusan hubungan kerja oleh salah satu pihak, PHI juga menyelesaikan perkara konflik hubungan profesi lainnya, khususnya konflik hak, konflik kepentingan, dan konflik. antar karyawan. /Persatuan.
Dalam PHI, prosedur yang disediakan biasanya melalui mediasi hubungan industrial atau konsiliasi hubungan industrial atau arbitrase hubungan industrial. Jika jalur ini tidak bisa ditempuh, maka dapat dimintakan untuk diselesaikan pada Pengadilan Hubungan Industrial.
Jadi, Upaya yang dapat dilakukan jika terjadi PHK sepihak dari perusahaan adalah pekerja dapat mengajukan perjanjian bersama atau menyelesaikan perkara di Pengadilan Hubungan Industrial.