AESENNEWS.COM - Mengapa terjadi pluralisme dalam Hukum Perdata di Indonesia dan bagaimanakah kedudukan KUHPerdata setelah Indonesia merdeka? Sebelum masuk kepada jawaban dari pertanyaan diatas maka kita harus memahami dahulu pengertian dari Pluralisme, dan Hukum Perdata agar kita memahami secara penuh terkait pertanyaan tersebut. Maka dari itu pluralisme adalah sebuah pemahaman yang menghargai adanya sebuah perbedaan yang berada ditengah masyarakat. dimana perbedaan tersebut dapat diterima ditengah-tengah masyarakat luas walaupun berbeda golongan, suku, agama, adat istiadat, dan sebuah pandangan hidup. Sedangkan hukum perdata adalah sebuah alat atau kaidah yang mengatur sebuah hak baik harta benda atau sesuatu yang berkaitan antara individu dengan badan, badan dengan individu. Hukum Perdata mengatur tentang kententuan-ketentuan dan kewajiban seorang masyarakat baik secara perseorangan atau badan. Pengertian hukum menurut para ahli:
- Prof Subekti “Hukum perdata adalah sebuah hukum privat yang mengatur keseluruhan kepentingan seorang individu dengan individu lainnya”.
- Sri Sudewi M.S “Hukum Perdata adalah sebuah hukum yang mengatur segala kepentingan masyarakat antara satu individu dengan individu lainnya”.
Setelah kita memahami pengertian dari Pluralisme dan Hukum Perdata (KUH Perdata) maka dengan demikian kita bisa mengkonsolidasikan antara pluralisme dalam hukum perdata indonesia, berikut ini pemaparannya.
1. Mengapa terjadi pluralisme dalam hukum perdata diindonesia?
Seperti yang kita ketahui bahwa Kitab Undang-undang Hukum Perdata atau KUH Perdata yang saat ini diberlakukan diindonesia memiliki sejarah yang panjang sejak tahun 1848 yang mana pada saat itu indonesia masih bernama Hindia Belanda dan masih dalam penjajahan bangsa belanda dengan nama Burglijk Wetboek (BW) yang mana BW mengatur segala hal yang tentang hubungan individu dengan individu lainnya, individu dengan badan maupun badan dengan individu. Hukum perdata diindonesia adalah sebuah gabungan dari berbagai sistem hukum yang ada diindonesia diantaranya hukum adat, hukum islam, dan hukum eropa yang mana hukum eropa ini hukum yang dibawa belanda saat menjajah indonesia. Maka dari itu penggabungan hukum-hukum diatas menjadi tolak ukur Pluralisme Hukum Perdata diindonesia.
Sejarah singkat perjalanan hukum perdata indonesia.
Tanggal 1 Mei tahun 1848 BW diberlakukan untuk pertama kalinya diindonesia yang mana pada saat itu bernama Hindia Belanda yang masih dibawah jajahan bangsa belanda, bangsa belanda menerapkan sistem hukum yang dibawanya berdasarkan asas konkordansi yakni asas kesamaan hukum yang berlaku diwilayah jajahannya. Hukum Perdata (BW) diberlakukan bagi golongan eropa, golongan timur asing, dan bagi golongan bumi putra. Keadaan hukum yang terjadi membuat masyarakat pada saat itu menjadi condong pada pluralisme hukum karena adanya perbedaan-perbedaan hukum bagis etiap golongannya, hukum perdata yang beraneka ragam yakni eropa, adat dan agama. Sesuah indonesia mendeklarasikan merdeka sejak 17 agustus 1945 lalu hukum perdata barat atau BW masih tetap berlakudengan putusan pada pasal II Peralihan UUD 1945. Sehingga pada saat peralihan tersebut undang-undang peninggalan belanda Burglijk Wetboek (BW) berganti nama menjadi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau KUH Perdata hingga sampai saat ini masih diberlakukan diindonesia. Faktor utama penyebab terjadinya pluralisme hukum perdata adalah karena faktor golongan penduduk, dan saat itu bisa dilihat pada berlakunya UU Darurat No 1 Tahun 1951 pasal 163 IS Jo Pasal 75 RR tidak berlaku lagi. Namun, didalam bidang perdata faktor golongan masih diberlakukan dan ketiga hukum masih dipakai diindonesia. Golongan tionghoa dan eropa tetap diatur dalam KUH Perdata dan Golongan Bumi Putra diatur dalam hukum adat, dasarnya yakni pasal 163, 131 IS. Tiga faktor yang membuat Pluralisme Hukum Perdata indonesia yakni Hukum Eropa, Hukum Adat dan Hukum Islam. Lalu bagaimana Pluralisme dalam Hukum Perdata di Indonesia?. Karena Hukum perdata diindonesia tidak terlepas dari sebuah ajaran Hukum Agama, Hukum Etnis (Adat istiadat) dan Hukum Eropa dan indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki ragam yang membuat pengaruh terhadap pembentukan hukum perdata yang ada maka dari itu dasar utama terbentuknya hukum perdata yakni dengan pemahaman Pluralisme dengan memandang bahwa terlalu banyak hukum yang dicampur adukan dalam satu wadah. Seperti yang disinggung diatas bahwa 3 faktor penyebab terjadinya pluralisme hukum perdata diindonesia yakni Hukum Eropa, Hukum Adat, dan Hukum Islam, Berikut ini adalah penjelasannya dari masing-masing hukum tersebut.
- a. Hukum Adat - Hukum adat adalah sebuah hukum yang diberlakukan oleh masyarakat indonesia berdasarkan kebiasaan-kebiasaan yang sudah dipercaya dan dilakukan sejak jaman nenek moyang berabad-abad silam sampai saat ini. Biasanya hukum adat masih diberlakukan di beberapa daerah diindonesia terkhususnya daerah pedalaman indonesia, semisal hukum adat suku sunda baduy dalam yang banyak memberlakukan hukum dari jaman nenek moyangnya bahkan hingga sampai saat ini, contohnya: tidak boleh ada internet, listrik dan alat-alat elektronik lainnya, tidak boleh mandi menggunakan sabun, tidak boleh menggosok gigi dengan pasta gigi dan masih banyak lainnya. Hukum adat istiadat biasanya dibuat tidak tertulis melainkan lebih banyak secara lisan.
- b. Hukum Islam - Hukum Islam adalah ajaran atau kaidah-kaidah yang asalnya dari Al-Quran sebagai pedoman hidup umat islam diindonesia, Hukum islam mengatur banyak hal diantaranya mengatur pernikahan, warisan, wasiat, dan lain sebagainya. hukum islam banyak diberlakukan diindonesia namun yang paling dominan adalah didaerah aceh, dimana aceh lebih dominan menggunakan hukum islam dibandingkan dengan daerah lain, misalnya saja hukum cambuk dimuka umum bagi yang kedapatan merusak harkat dan martabat keluarga
- c. Hukum Eropa - Hukum Eropa adalah hukum yang asalnya dibawa dan diterapkan oleh belanda pada masa penjajahan dimulai di daerah Hindia Belanda selama kurang lebih 350 tahun lamanya yang kemudian 17 Agustus 1945 nama indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya dari jajahan belanda dengan mengganti nama menjadi Indonesia dari Hindia Belanda. Dan mengganti Burglijk Wetboek (WB) menjadi Hukum Perdata. Hukum perdata banyak mengatur tentang hak dan kewajiban seseorang baik itu pernikahan, warisan, hutang piutang dan lain sebagainya.
Jadi dengan demikian mengapa “Mengapa terjadi pluralisme dalam hukum perdata diindonesia?”, karena Hukum Perdata indonesia tidak berasal dari salah satu hukum saja melainkan menggabungkan serta mengkonsolidasikan dari beberapa sistem hukum lain yakni Hukum Adat, Hukum Agama, dan Hukum Eropa. Maka dari itu terjadilah pluralisme hukum perdata akibat penggolongan dari berbagai sistem hukum tadi.
2. Kedudukan KUHPerdata Setelah Indonesia Merdeka.
Kedudukan KUH Perdata setelah indonesia merdeka dimulai sejak 17 Agustus 1945 dengan merubah nama Burgelijk Wetboek menjadi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), walaupun perubahan nama dari BW menjadi KUH Perdata, indonesia tidak melepas begitu saja aturan-aturan atau kaidah yang sudah diterapkan oleh belanda selama 350 tahun lamanya, BW Masih tetap diberlakukan sebagai dasar hukum indonesia hal tersebut tertuang dalam Pasal II Peralihan UUD 1945 “Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.”, namun selang beberapa waktu dan berjalannya waktu KUH Perdata mengalami beberapa perubahan, alasan ini dilakukan untuk menyesuaikan KUH Perdata dengan kondisi yang ada diindonesia yakni memandang kondisi ekonomi, sosial, dan politik diindonesia. Perubahan yang pertama yakni menghapuskan hukum waris bagi seorang perempuan, tujuan utama hal ini dilakukan adalah agar memberikan hak yang sama baik antara perempuan maupun laki-laki sebagai hak dalam sebuah pewarisan. Perubahan yang kedua adalah tentang pemberian hak anak yang lahir dari luar perkawinan untuk mendapatkan hak waris dari orangtuanya baik ayah maupun ibunya, hal ini dilakukan karena untuk mewujudkan perkembangan sosial yang ada diindonesia.
Kesimpulan.
Pluralisme sistem hukum merupakan berlakunya banyak sistem hukum bagi semua golongan dalam satu hukum, khususnya dindonesia yaitu secara bersamaan berlaku beberapa sistem hukum, yaitu hukum adat, hukum Islam dan hukum Barat atau hukum eropa. Selain itu Kedudukan KUH Perdata sendiri setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, KUH Perdata tersebut masih berlaku di Indonesia berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD”) yang menyatakan bahwa: “Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.” Dengan demikian KUH Perdata dinyatakan masih berlaku dan merupakan Kitab Undang-Undang yang dikitabkan (dikodifikasi). Jadi kedudukan KUH Perdata diindonesia masih berlaku selama belum digantikan dengan undang-undang yang terbaru.
Referensi :
- https://deepublishstore.com/blog/materi/pengertian-pluralisme-dan-contoh/
- https://www.gramedia.com/literasi/pengertian-hukum-perdata-dan-contoh-hukum-perdata/
- https://www.hukumonline.com/klinik/a/kedudukan-kuh-pidana-dan-kuh-perdata-dalam-hierarki-peraturan-perundang-undangan-lt4f1e71d674972 4.